07/10/11

ORANG KAYA YANG BODOH


Mengapa orang kaya tersebut disebut bodoh?
Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?" (Luk 12:13-14).
Siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atas kamu ? Yesus tidak memecahkan persoalan hukum seperti yang dilakukan guru-guru hukum, karena Hukumlah yang menentukan soal-soal sipil dan agama. Yesus menggunakan kuasa-Nya hanya untuk menekan ketamakan manusia dari pada melihat hak atas materi setiap orang.
Seseorang meminta Yesus rnenjadi hakim di dalarn urusan warisan keluarga mereka. Tetapi Yesus menolak terlibat dalam pertengkaran itu dan menolak rnenjadi hakim dan pengantara. Yesus menolak ikut campur urusan seseorang yang bertindak berdasarkan motif yang hanya untuk mementingkan diri sendiri.
Orang yang meminta Yesus untuk ikut campur tangan kelihatannya datang sendiri, dia ingin Yesus sebagai penengah. Orang itu gagal melihat Yesus sebagai seorang Guru. Seorang rabi dididik dalam Hukum Taurat untuk melayani baik sebagai guru maupun sebagai hakim, sedangkan orang ini tidak melihat adanya perbedaan itu dalam diri Yesus dibandingkan dengan para rabi.
Yesus menegur orang itu, bahkan mengajar kepada orang banyak, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Luk 12:15). Sebagai Guru, Yesus memperingatkan orang banyak untuk melawan bahaya rohani dari ketamakan. Ketamakan merupakan penyembahan terhadap ciptaan, bukan kepada Pencipta. Yesus membongkar sumber kesalahan yang menyebabkan orang itu meminta Yesus menjadi pengantaranya. Yesus memperingatkan bahwa orang yang tamak tidak mewarisi Kerajaan Allah. Yesus tidak mengatakan bahwa hidup kita harus serba pas-pasan atau bahkan melarat. Kita tahu bahwa semuanya ini merintangi peningkatan kesadaran umat akan martabat dan panggilan ilahi mereka. Kekayaan tidak membawa kebahagiaan, tetapi kekayaan sering kali menjadi penyebab dari keruntuhan dan kehancuran (Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka – 1 Tim 6:10). Ketamakan tidak akan membuat orang tenang, dan akan membuat orang menjadi “terikat” dengan kekayaannya dan akan menutup pintu Kerajaan Allah (Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." - Mrk 10:23).
Orang kaya dalam perumpamaan ini merencanakan lumbung yang lebih besar demi keuntungannya sendiri. Orang ini berbicara kepada dirinya sendiri, merencanakan apa yang akan dilakukan dengan panennya dan di mana menyimpannya. Dengan berkata kepada dirinya sendiri, dan dengan menggunakan kata “aku” dan “milikku” berulang-ulang, dengan jelas dia menyatakan ke-egoisan-nya. (Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! – Luk 12:17-19). Kata "aku” dan “ku” muncul dari ayat 17 sampai 19. Orang kaya ini perhatiannya hanya terpusat pada dirinya sendiri.
Kita tidak dapat menuduh orang itu, bahwa orang itu adalah orang yang berdosa, bahwa ia sudah melakukan perbuatan jahat sebagaimana seorang perampok ataupun penipu. Seringkali orang yang bekerja keras adalah orang-orang yang baik secara moral. Orang malaslah yang biasanya yang menimbulkan banyak masalah. Jadi apa masalahnya di sini ? Dia merombak lumbungnya menjadi lebih besar, baginya tidak perlu bergantung kepada Allah, dia hanya memikirkan ketenangan, kesenangan, dan keamanan untuk dirinya sendiri. Kehidupannya tidak kelihatan adanya dosa karena perbuatannya, tetapi justru tindakannya yang egois maka timbul dosa pengabaian atau dosa kelalaian, sama seperti dalam kisah orang kaya dan Lazarus dalam Injil Lukas 16:20-31, di mana orang kaya tersebut tidak peduli dengan Lazarus yang miskin yang ada di depan pintu rumahnya. Demikian juga orang kaya dalam perumpamaan di sini, dia lupa mengucap syukur kepada Allah untuk kekayaan yang dia terima, dia lalai untuk memperhatikan sesamanya yang membutuhkan, dia tidak membagikan miliknya dengan sesamanya
Allah campur tangan dengan menyebut dia itu orang yang bodoh, dan memberitahu dia bahwa hidupnya akan berakhir malam itu juga. (Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? – Luk 12:20). Dia yang memberikan kekayaan itu dan Dia juga yang mengambilnya pada waktu yang sudah ditentukan-Nya. Orang kaya tersebut dikutuk sebagai orang yang bodoh, karena bila manusia hidup hanya untuk dirinya sendiri, maka secara rohani dia telah mati. "sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap" (Yakobus 4:13, 14).
Jadi, mengapa orang kaya tersebut disebut bodoh?  Tuhan tidak mengatakan bahwa orang itu adalah orang yang jahat. Kata “bodoh” di dalam Alkitab perlu dipahami secara rohani, bukannya secara intelektual, karena ini adalah kebodohan rohani. Apa itu kebodohan rohani?
Kata “bodoh” juga dipakai di dalam 2 Korintus 12:6a (Sebab sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan kebenaran). Paulus mau mengatakan, bahwa dia tidak akan bermegah, namun jika dia akan bermegah, dia tidak mau memegahkan hal yang bodoh.
Paulus juga memakai kata ini di dalam Efesus 5:17 (Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan). Maksudnya, menjadi bodoh karena gagal memahami “kehendak Allah”, bahwa kebodohan berarti kurangnya kepedulian atas kehidupan rohani.
Yesus mendorong manusia untuk menyimpan harta surgawi dan menjadi kaya di hadapan Allah, seperti yang Yesus ajarkan dalam Khotbah di Bukit: "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Allah telah berjanji untuk mengisi lumbung-lumbung seseorang dengan berkelimpahan jikalau orang tersebut memuliakan Tuhan dengan hasil pertama dari semua penghasilannya (Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya. - Amsal 3:9-10).
Surat Paulus yang pertama kepada Timotius : "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah" (1 Tim 6:7-8). Makanan, pakaian, dan tempat tinggal merupakan kebutuhan hidup, selebihnya dari hal-hal tersebut, maka itu berarti ada kelimpahan dan harus dibagikan kepada sesama, terutama kepada orang miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar