08/07/11

PENGLIHATAN THERESE NEUMANN

Siapa Therese Neumann ? Therese Neumann hanyalah ibu rumah tangga, seorang awam, stigmatis, visionaris (1898 - 1962). Ia mengalami sakit fisik, matanya buta dan kakinya lumpuh bertahun- tahun, namun Tuhan menyatakan kebesaran-Nya kepada Therese Neumann.
Melaui devosinya kepada kanak-kanak Yesus, ia sembuh dari penyakit-penyakitnya. Dan lebih dari itu, santapan rohani yang diterimanya setiap hari yaitu Tubuh Kristus, memberinya kekuatan fisik, meskipun selama 35 tahun ia tidak makan dan minum. Selama itu ia hidup hanya dengan santapan rohani berupa hosti Tubuh Kristus. Maka hidupnya memberi kesaksian bahwa hosti itu sungguh Tubuh Kristus.
Tuhan ternyata memakai Therese Neumann untuk  menyatakan kebesaran-Nya melalui penderitaan-penderitaan sama seperti yang dialami Yesus sendiri berupa stigmata di kepala, tangan maupun lambung selama bertahun-tahun.
Catatan mengenai penglihatan berikut ini dikutip dari kumpulan berbagai laporan dan dokumen yang otentik, yang disusun oleh Johannes Steiner sbb :

Tuhan Yesus dibawa kepada Hanas, Ia berdiri di hadapannya. Yesus diolok-olok. Sekarang Theresia melihat-Nya berdiri di hadapan seorang yang lain, dengan jubah yang gemerlap, dengan sesuatu yang serupa tanduk-tanduk kecil di atas kepalanya dan sesuatu yang khusus di dadanya; Theresia membuat suatu pola dengan jarinya, turun dan menelusuri dadanya: yang dimaksudkannya adalah Efod imam besar, yang terbagi menjadi dua belas bagian dengan nama-nama suku Israel terukir di atasnya. Wajah Yesus ditampar.
Imam besar Kayafas mengoyakkan jubahnya sebagai tanda kutuk atas Dia. Seorang wanita tua sedang membicarakan Petrus dan sekali lagi Petrus menyangkal bahwa ia mengenal Yesus. Sekali lagi ayam jantan berkokok. Pada saat yang sama, Yesus melihat sekeliling dan memandang pada dia, yang kemudian keluar dan menangis dengan sedihnya.
Yesus digiring ke suatu terowongan yang gelap dan dingin, lorong itu begitu sempit dan rendah sehingga orang harus membungkuk agar dapat melaluinya. Penjara berupa sebuah sel sempit di mana tak lebih dari dua orang dapat berdiri di dalamnya. Yesus dikurung di sana hingga pagi.
Yesus dibawa ke hadapan Pilatus, dikirim kepada Herodes, dan kemudian digiring kembali ke Pilatus. Theresia juga melihat isteri Pilatus. Ia mengirimkan pesan kepada suaminya yang membuat suaminya itu sangat gelisah (“Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu….” Mat 27:19).
Theresia melihat dengan sangat ngeri sementara ia memalingkan mukanya dari satu sisi ke sisi lainnya. Ia melihat penderaan itu. Pakaian-Nya ditanggalkan paksa, Yesus sepenuhnya telanjang, dan Ia melihat sekeliling dengan perasaan sangat terganggu. Kedua tangan-Nya sekali lagi diikat, dan kemudian, dengan wajah-Nya menghadap pilar, Ia dikerek dengan kedua tangan-Nya terulur ke atas, mempergunakan tali kulit yang sama yang mengikat kedua tangan-Nya, hingga Ia berdiri di atas jari-jari kaki-Nya. Kemudian tiga kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari dua orang) serdadu yang mabuk mulai mendera-Nya dengan cambuk yang berbeda-beda, sekuat-kuatnya dan dengan kesenangan yang menjijikkan. Ketika mereka melihat bagian-bagian tubuh-Nya yang terbuka telah sepenuhnya membengkak dan akan terkoyak menjadi cabikan-cabikan daging apabila mereka mendera-Nya lebih lanjut, mereka membalikkan tubuh Yesus dan mendera tubuh-Nya bagian depan dengan cara yang sama. Ketika mereka selesai dengan penderaan, tubuh Yesus begitu membengkak dan penuh luka-luka hingga hampir-hampir Ia tak dapat membungkuk untuk memungut pakaian-Nya yang tergeletak di lantai. Lalu, salah seorang dari para hamba menyepak pakaian-Nya hingga pakaian itu melayang beberapa kaki jauhnya. Sementara Theresia melihat penderaan ini, luka-luka di dada dan punggungnya memancarkan darah segar melalui baju tidurnya.
Mahkota duri bukan terbuat dari satu rangkaian ranting duri, seperti biasa digambarkan, melainkan lebih menyerupai mahkota-mahkota timur, yang tidak terbuka bagian atasnya, seperti di negara-negara Barat, melainkan tertutup dan bulat, seperti sebuah keranjang, dengan banyak onak duri yang panjang dan runcing, yang ditancapkan ke kepala Yesus, dan guna menjaga agar tangan mereka tidak terluka, para serdadu memukul-mukulkannya ke atas kepala Yesus menggunakan sebatang tongkat. Sekarang, luka-luka Theresia akibat mahkota duri ini mulai mengalir memancarkan darah melalui kerudungnya, di mana teristimewa sembilan genangan besar darah yang mengering muncul sesudah setiap sengsara hari Jumat.
Salib yang dilihat Theresia tidak tampak seperti salib yang biasa kita bayangkan, melainkan terdiri dari tiga palang kayu yang dikerjakan secara kasar, diikat menjadi satu dengan tali, satu balok kayu panjang dan dua balok kayu yang lebih pendek, yang ditebang kasar. Bahu-Nya yang telah penuh luka-luka dan membengkak mulai mengalirkan darah segar karena beratnya beban. Suatu aliran darah yang deras mengalir dari bahu kanan Theresia dan membasahi baju tidurnya.
Dalam jalan salib, Yesus berjumpa dengan Bunda-Nya yang ditemani oleh Yohanes dan beberapa wanita. Theresia mendengar-Nya memanggil “Immi” (Bunda-Ku). Salah seorang dari hamba “yang tak berguna”, yang membawa peralatan eksekusi yang diperlukan, melihat bahwa itulah ibunda Yesus yang berdiri di sana dan ia mengeluarkan dua paku dari dalam kotaknya, lalu memamerkannya kepada Bunda Maria.
Seseorang (Simon dari Kirene) diperintahkan untuk membantu memanggul salib. Ia bersiteguh dalam penolakannya. Salah seorang sipir penjara memaksanya. Ia sungguh amat marah diperlakukan dan diperintah demikian, dan ia terus-menerus mengeluh dengan keras dan sikapnya yang tak dapat bekerjasama itu menyebabkan Yesus jatuh yang kedua kalinya. Kemudian Yesus berpaling kepadanya sementara Ia bangkit berdiri dan memandang kepadanya dengan suatu “tatapan ilahi”. Ketika ia melihat tatapan mata Yesus, Simon bukan hanya tak lagi menolak, tetapi ia mengangkat salib begitu kuat di bagian tengah sehingga Yesus hampir-hampir tak memikul beban sama sekali.
Seorang wanita muncul dengan seorang gadis kecil yang membawa sebuah tempayan air. Ia adalah wanita yang dulu secara diam-diam mendekati Yesus di antara khalayak ramai dan menyentuh ujung jubah-Nya, dan Ia menyembuhkannya dari sakit pendarahan. Sekarang wanita itu amat berduka sementara ia menatap wajah Yesus yang sudah tidak serupa manusia lagi, seluruhnya penuh berlumuran darah; ia melepaskan kerudungnya, dan menyerahkannya kepada-Nya. Yesus mengusap wajah-Nya dengan kain itu, lalu mengembalikan kepadanya: lukisan wajah-Nya tergambar jelas di sana.
Kaki Yesus terjerat oleh tali-temali yang dipakai oleh mereka untuk menggiring-Nya dan Ia jatuh terjerembab ke tanah. Para serdadu berteriak “Kum”, dan mencengkeram Yesus di pundaknya guna membuat-Nya bangkit berdiri. Mereka khawatir kalau-kalau Ia mati sebelum mereka menyalibkan-Nya.
Yesus digiring naik dan mereka menanggalkan jubah dari tubuh-Nya, meskipun jubah itu telah melekat pada daging-Nya karena darah yang mengering. Semua luka-lukanya terkoyak lagi dan mengalirkan darah. Yesus berdiri di sana sepenuhnya telanjang, Ia merasa amat gusar dengan perlakuan yang memalukan ini, dan Ia memandang berkeliling untuk mencari simpati. Seorang wanita pemberani melepaskan kerudungnya dan menyerahkannya kepada-Nya. Dengan pandangan penuh terima kasih, Yesus menerimanya, lalu membalutkannya sekeliling tubuh-Nya. Para serdadu itu kemudian merobohkan-Nya ke atas salib dan mengikat-Nya kuat-kuat di pinggul-Nya.
Sesudah itu, mereka mengikatkan tangan kanan-Nya ke palang salib di sekitar pergelangan tangan dan memakukan paku menembusi tangan kanannya ke dalam lubang yang telah dibuat sebelumnya di palang kayu. Ketika tiba giliran tangan kiri, mereka mendapati bahwa lubang di palang kayu telah dibuat terlalu jauh keluar. Mereka mengikatkan tali ke pergelangan tangan-Nya dan menarik tangan-Nya kuat-kuat begitu rupa sehingga posisinya pas dengan lubang. Dengan berbuat demikian, mereka mencopot lengan-Nya keluar dari sendi bahu. Kemudian lengan ini juga diikatkan kuat-kuat pada palang dan paku dipakukan menembusi tangan-Nya. Theresia mendengar setiap hantaman palu. Lutut Theresia tersentak kuat di bawah selimutnya sementara setiap tangan dipakukan di kayu salib. Dari luka-luka dan stigma, darah segar mulai mengucur deras. Jari-jari tangan Theresia tertekuk ke dalam dan ia terus menggeliat-geliat dalam kesakitan. 
Mereka memakukan kaki-Nya dengan cara sebagai berikut: pertama-tama kedua lutut diikat menjadi satu. Lalu, para sipir penjara menekankan kaki kanan Yesus kuat-kuat ke tumpuan kaki dan menembusinya dengan paku yang sama ukurannya seperti paku-paku di tangan. Paku ini kemudian dicabut dan dibuang. Hal ini dimaksudkan hanya sebagai penahan sementara, guna mencegah agar kaki tidak tersentak bebas ketika kaki yang satunya dipakukan di tempatnya. Kemudian kaki kanan diangkat dan ditumpangkan di atas kaki kiri, dan suatu paku yang lebih panjang dimasukkan melalui kaki kanan yang telah berlubang dan dengan satu hantaman yang dahsyat, diikuti beberapa hantaman lainnya, paku juga ditembuskan melalui kaki kiri ke suatu lubang yang telah dibuat di kayu salib.
Para serdadu menempatkan papan gelar-Nya di tempatnya, mengangkat salib dengan bantuan beberapa balok kayu, dan membiarkannya jatuh ke dalam lubang yang telah dibuat di atas batu. Tubuh Theresia Neumann yang gemetar hebat dan ekspresi ngeri di wajahnya dengan jelas menggambarkan kesakitan luar biasa yang diderita tubuh Juruselamat kita akibat hentakan dahsyat ini. Theresia melihat Yesus tak sadarkan diri untuk beberapa saat lamanya; kepala-Nya terkulai ke depan. Salib tidak menancap cukup dalam ke tanah; tak mampu menahan bebannya dengan baik. Para serdadu mengangkatnya lagi, sedikit memperdalam lubang dan menyusun batu-batu di sekelilingnya. Kemudian mereka memancangkan salib kembali ke tempatnya, sedikit lebih hati-hati dari yang pertama. Salib tidak mau berdiri tegak, melainkan sedikit condong ke depan, akibat menahan beban tubuh Yesus. Tampaknya, mereka telah memperhitungkan hal ini, atau mereka telah berpengalaman dengan penyaliban-penyaliban sebelumnya: di kedua sisi salib, dekat permukaan balok utama yang diratakan, telah dipasang dua cincin, sedikit agak ke belakang dan agak di bagian atas balok kayu, dengan tali-tali tergantung pada kedua cincin. Dengan tali-tali ini, salib ditarik ke belakang dan kemudian ditahan oleh dua pasak yang dipancangkan di sampingnya, Lalu, lebih banyak lagi batu ditumpuk di bawah kaki salib dan potongan-potongan kayu disumpalkan ke dalamnya.  Saat ditanya ke arah manakah Yesus memandang, Theresia mengatakan bahwa ia sendiri menghadap Bait Suci sementara ia berdiri tepat di hadapan Juruselamat kita; dengan demikian Yesus disalibkan dengan punggung-Nya membelakangi Kota Suci. Salib kedua penyamun agak sedikit lebih di depan dan agak turun di sisi bukit, sehingga Yesus “dapat melihat keduanya.”
Sumber : “Thoughts about Our Savior from Therese Neumann”,  diterjemahkan oleh www.yesaya.indocell.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar